Secara umum, terapi antidotum didefinisikan sebagai tata cara yang ditunjukkan untuk membatasi intensitas efek toksik atau menyembuhkannya sehingga bermanfaat dalam mencegah timbulnya bahaya selanjutnya. Efek toksik suatu zat kimia dapat terjadi jika kadar zat pada sel sasaran melampaui kadar toksik minimal (KTM) nya. Terapi antidotum dapat dilakukan secara umum (tidak khas atau non spesifik) dan secara khusus (spesifik).
Terapi Antidotum non spesifik
Suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada semua kasus keracunan, melalui cara-cara seperti memacu muntah, bilas lambung dan memberikan zat absorben. Cara lain adalah mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin dan diuresis paksa atau hemodialisis.
Menghambat absorpsi zat racun
Dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara
- Membersihkan atau mencuci kulit yang terkontaminasi zat toksik dilakukan dengan air mengalir, dan jika zat mengenai pakaian maka pakaiannya ditanggalkan
- Mengeluarkan racun dalam lambung, mencegah absorpsi dan memberikan pencahar. Untuk mengeluarkan racun yang sudah masuk ke dalam lambung dapat dilakukan dengan pemberian norit (arang aktif), memuntahkan, atau memberi pencahar atau bilas lambung.
- Pemberian Norit (arang aktif)
- Diberikan pada kasus keracunan karena dapat mengabsorpsi zat racun dalam saluran pencernaan.
- Norit masih efektif hingga 2 jam dari racun tertelan dan lebih lama lagi pada keracunaan obat sediaan lepas lambat atau keracunan obat-obat yang bersifat kolinergik.
- Dosis nya sangat tergantung dari jumlah zat toksin yang tertelan, dosis minimum 30 gram, pada orang dewasa adalah 50 g dapat diulang setiap 4-6 jam.
- Norit dapat menyerap zat seperti salisilat, acetaminophen, karbamazepin, dapson, teofilin, quinin dan obat-obat antidepresan.
- Pemberian norit dapat dikombinasikan dengan bilas lambung
- Tidak boleh diberikan bersama dengan sirup ipekak atau susu karena dapat mengurangi efektifitas norit.
- Mengeluarkan racun dari lambung
- Harus mempertimbangkan zat yang tertelan, tingkat keracunan, dan sudah berapa lama zat racun tertelan
- Bilas lambung diragukan kegunaannya bila dilakukan 1-2 jam setelah racun tertelan
- Bahaya dari bilas lambung adalah teraspirasinya lambung, karena itu tidak boleh dilakukan pada pasien yang mengantuk atau koma kecuali jika reflek batuk sangat baik atau saluran napas dapat dilindungi dengan pipa endotrakea.
- Pipa lambung tidak boleh dimasukkan pada keracunan zat korosif.
- Pemberian pencahar/Katartik
- Digunakan untuk mempercepat pengeluaran zat racun dari saluran gastrointestinal (GI) terutama untuk racun yang sudah mencapai usus halus.
- Pemberian sorbitol direkomendasikan pada penderita yang tidak ada gangguan jantung
- Magnesium sulfat dapat digunakan pada penderita yang tidak ada gangguan ginjal
- Pemberian magnesium sulfat sering kali diberikan setelah pemberian arang aktif, dosis yang sering dipakai adalah 5-15 g yang diberikan dengan segelas air. Efek katartiknya dimulai dari 0.5-2 jam setelah pemberian
- Magnesium sulfat dikontraindikasikan pada pasien obstruksi usus, mual, muntah dan gangguan ginjal.
Percepatan Eliminasi
- Dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ekskresi melalui pengasaman atau pembasaan urin dan diuresis paksa.
- Pengasaman urin (penurunan pH urin) dilakukan dengan pemberian zat seperti ammonium klorida atau vitamin C akan mengurangi reabsorpi zat atau obat yang bersifat basa lemah seperti amfetamin.
- Pembasaan urin melalui pemberian natrium bikarbonat akan mengurangi reabsorpsi pada obat/zat yang bersifat asam lemah seperti aspirin dan fenobarbital
- Hemodialisis efektif jika zatnya sudah terabsorpsi dan berada pada cairan sistemik dan tidak mempunyai volume distribusi terlalu besar atau obat tidak terdistribusi secara ekstensif pada jaringan. Salisilat, methanol, etilen glikol, paraquat dan litium eliminasinya dapat ditingkatkan dengan cara hemodialisis
Terapi Antidotum Spesifik
Suatu terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu. Antidotum spesifik dikelompokkan menjadi : antidotum yang bekerja secara kimiawi, bekerja secara farmakologi dan yang bekerja secara fungsional.
- Antidotum yang bekerja secara kimiawi
Zat-zat pembentuk chelat
- Merupakan contoh paling sederhana dari antidotum yang bekerja secara kimiawi
- Penggunaan antidotum jenis ini akan menyebabkan terjadinya reaksi antara antidotum dengan zat toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik dan mudah diekskresikan.
- Contoh-contoh zat chelator adalah :
- Dimercarpol : zat mirip minyak, tidak berwarna, bau tidak enak, pemberian melalui IM 10% dalam minyak kacang. Berguna untuk keracunan arsen, merkuri dan timbal.
- EDTA : efektif untuk logam-logam transisi
- Penisilamin (cuprine) : digunakan pada keracunan Cu dan Hg serta sebagai tambahan untuk terapi keracunan Pb atau arsen
- Deferoksamin : dapat mengikat zat besi dari feritin dan homosiderin tetapi tidak dapat menarik zat besi dari hemoglobin, citokrom dan mioglobin.
Fab Fragment
Fab Fragment suatu antibodi monoklonal dapat mengikat digoksin dan mempercepat ekskresinya melalui filtrasi glomerulus.
Dikobalt Edetat dan Hidrokobalamin
- Hidrokobalamin telah terbukti efektif untuk antidotum keracunan sianida pada tikus
- Sedangkan untuk dikobalt edetat karena sangat toksik, maka digunakan hanya menjelang pasien kehilangan kesadaran atau sudah kehilangan kesadaran, bukan untuk tindakan pencegahan
Detoksifikasi Enzimatik
Dilakukan dengan dua jalur dengan memberikan kosubtrat pada reaksi yang terjadi dan memberikan enzim dari luar untuk metabolisme zat racun.
- Etanol : digunakan untuk keracunan methanol atau etilen glikol
- Atropin dan pralidoksim : Atropin diberikan dalam bentuk garamnya (atropin sulfat) dengan dosis 2mg melalui injeksi IV, IM, pemberian dapat diulang tergantung tingkat keparahan setiap 20-30 menit hingga kulit muka kelihatan memerah dan kering, pupil dilatasi dan timbul takikardia. Sedangkan pralidoksim biasanya ditambhakan pada atropin sulfat pada keracunan pestisida sedang hingga berat. Dosis umumnya sebesar 30 mg/kg BB dilarutkan dalam 10-15 ml air diberika melalui injeksi IV perlahan-lahan.
- N asetilsistein dan Metionin : dapat digunakan pada keracunan parasetamol
- Antidotum yang bekerja secara farmakologi
Antidotum farmakologi adalah suatu antidotum yang bekerja mirip dengan zat toksik, bekerja pada reseptor yang sama atau berbeda.
- Nalokson hidroklorida : digunakan pada keracunan opiod,dapat diberikan melalui infus yang kecepatannya dapat diatur sesuai respon yang diinginkan. Dosis pemberian injeksi IV adalah 0,8-2 mg dapat diulang setiap 2-3menit sampai dosis maksimal 10 mg
- Flumazamil : digunakan pada keracunan suatu benzodiazepin
- Oksigen : digunakan pada keracunan karbon monoksida
- Antidotum yang bekerja sebagai antagonis fungsional
- Antidotum antantagonis fungsional dapat juga digolongkan sebagai antidotum non spesifik karena berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagonis beberapa zat toksik.
- Sebagai contoh penggunaan diazepam untuk menghambat konvulsi dan fasciculasi yang disebabkan zat seperti organofosfat, karbamat dan stimulan
Leave a Reply